Lebih dari 90 persen kasus HIV pada bayi terjadi akibat penularan dari ibu HIV positif. Penularan ini terjadi pada masa kehamilan, masa persalinan, maupun pada masa menyusui. Tanpa adanya pelayanan kesehatan layak bagi ibu hamil positif HIV, angka bayi HIIV positif akan semakin meningkat. Bayi HIV positif yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang memadai akan meninggal sebelum berumur dua tahun.
Kematian bayi akibat HIV telah terjadi di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Berdasarkan data UNICEF, pada tahun 2020 terdapat sekitar 160.000 HIV infeksi baru terjadi di kelompok anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Untuk merespons hal ini, WHO telah mencetuskan program Pencegahan Penyebaran HIV-AIDS dari Ibu ke Anak (Prevention of mother-to-child Transmission of HIV-AIDS). Program ini merupakan langkah intervensi yang sangat efektif untuk memotong rantai penularan HIV dari ibu ke anak. Program ini berfokus pada penyediaan layanan kesehatan bagi ibu hamil HIV positif, konseling dan edukasi mengenai HIV-AIDS bagi para calon orang tua, serta penyediaan ARV bagi ibu dan bayi yang baru lahir.
Faktor Risiko
Tanpa adanya tindakan preventif dan intervensi, tingkat risiko penularan HIV dari ibu ke anak dalam masa kehamilan, kelahiran, atau menyusui berkisar dari 20 hingga 50 persen. Dengan adanya pengobatan dan intervensi, risiko penularan dapat diturunkan menjadi hingga di bawah 2 persen. Pada masa kehamilan, plasenta dapat melindungi janin dari infeksi HIV, hanya saja, jika terjadi peradangan, atau pun kerusakan pada barier plasenta, HIV dapat dengan mudah menginfeksi janin. Maka dari itu, program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak harus juga dibarengi dengan program kesehatan ibu lainnya, salah satunya adalah pengecekan IMS (infeksi menular seksual) yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke janin.
Melakukan tes HIV adalah satu-satunya cara untuk mengetahui apakah kita mengidap virus HIV atau tidak. Mengetahui status HIV sejak dini merupakan langkah vital dalam mendapatkan perawatan dan pengobatan HIV karena gejala AIDS bisa berkembang bertahun-tahun setelah seseorang terekspos HIV. Maka dari itu, tes HIV disarankan untuk dilakukan secara rutin bagi mereka yang telah aktif secara seksual.
Kemenkes menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor risiko penularan HIV dari ibu ke anak, antara lain;
– Faktor Ibu
Faktor utama terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak adalah jumlah kadar viral load dalam darah ibu. Semakin tinggi jumlahnya, maka semakin besar kemungkinan penularannya, terutama ketika masa persalinan dan masa menyusui. Selain itu, penyakit infeksi selama kehamilan seperti IMS berisiko meningkatkan viral load sehingga risiko penularan pun semakin besar.
Faktor utama terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak adalah jumlah kadar viral load dalam darah ibu. Semakin tinggi jumlahnya, maka semakin besar kemungkinan penularannya, terutama ketika masa persalinan dan masa menyusui. Selain itu, penyakit infeksi selama kehamilan seperti IMS berisiko meningkatkan viral load sehingga risiko penularan pun semakin besar.
– Faktor Janin
Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir merupakan indikator untuk melihat faktor risiko penularan HIV pada bayi. Bayi yang terlahir secara prematur memiliki risiko tertular lebih besar karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuh belum berkembang dengan baik. Masa menyusui pun memiliki risiko penularan yang cukup tinggi, terutama apabila ibu dan bayi tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan HIV yang memadai dan apabila mulut bayi atau puting ibu memiliki luka terbuka yang bisa menjadi jalan bagi virus untuk menginfeksi.
– Faktor Tindakan Obstetrik
Risiko terbesar penularan HIV dari ibu ke anak terjadi pada masa persalinan. Pada masa persalinan, bayi sangat rentan terpapar darah dan cairan lainnya. Maka dari itu, jenis tindakan persalinan pun sangat berpengaruh dalam risiko penularan HIV. Jenis persalinan per vagina memiliki risiko lebih bersar dari pada persalinan sesar.
Bagaimana mencegah penularan HIV dari ibu ke anak?
Cara paling ampuh untuk mengurangi angka penularan HIV dari ibu ke anak adalah dengan mengetahui status HIV sejak dini. Ibu hamil yang mengetahui status HIV-nya akan mendapatkan perawatan dan pengobatan sejak dini sehingga tingkat penularan HIV ke anak bisa ditekan hingga di bawah 2 persen. Ibu hamil HIV positif pun akan disarankan oleh dokter untuk mengonsumsi obat ARV yang dapat menekan jumlah viral load dalam darah sehingga tidak menularkan virus HIV ke janin yang sedang dikandung pada masa mengandung, persalinan, mau pun pada masa menyusui. ARV terbukti aman bagi ibu hamil dan tidak mengganggu masa kehamilan. Meski begitu, ibu hamil HIV positif tetap harus berkonsultasi pada petugas layanan kesehatan.
Selain ibu hamil, bayi pun akan diberikan pengobatan HIV-AIDS begitu dilahirkan. Bayi akan diberikan pengobatan selama empat minggu agar HIV tidak bereplikasi dalam tubuh bayi. Bayi pun biasanya akan dites dalam waktu 48 jam setelah dilahirkan. Mereka akan dites kembali pada usia 6 hingga 12 minggu untuk memastikan virus HIV tidak berkembang dalam tubuh.
Cara terakhir adalah dengan mengganti ASI dengan susu formula. Air susu ibu atau ASI dapat mengandung virus HIV. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyarankan ibu HIV positif untuk menggunakan susu formula, alih-alih ASI.