Mitos Mengenai PREP

Profilaksis Pra Jajanan atau PrEP (Pre-exposure Prophylaxis) merupakan langkah alternatif mencegah diri dari paparan HIV. PrEP mampu mengurangi risiko infeksi HIV di seluruh lapisan kelompok masyarakat, khususnya kelompok yang berisiko tinggi terpapar HIV. Penelitian menunjukkan bahwa penularan HIV menurun hingga 90 persen pada kelompok yang rutin mengonsumsi PrEP selama empat kali dalam seminggu. Persentase ini meningkat hingga 99 persen bila PrEP rutin dikonsumsi setiap hari.

PrEP merupakan jenis obat Truvada yang merupakan salah satu obat yang telah disetujui dan efektif mencegah HIV. Truvada menggabungkan dua obat anti-HIV, yaitu tenofovir dan emtricitabine. Berdasarkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), PrEP telah terbukti mampu mengurangi risiko infeksi HIV melalui hubungan seksual sebesar 99 persen dan 74 persen mengurangi penyebaran HIV melalui jarum suntik yang digunakan secara bersamaan. Hingga kini, Truvada dan Descovy merupakan dua jenis obat PrEP yang telah disetujui oleh Badan Pengawas Makanan dan Obat AS.

PrEP masih bisa dikatakan relatif baru dan awam di telinga masyarakat. Maka dari itu, banyak kesalahpahaman dan miskonsepsi terkait PrEP. Layaknya miskonsepsi terhadap HIV, miskonsepsi terhadap PrEP pun akan berdampak besar dan bahkan berbahaya. Stigmatisasi dan miskonsepsi PrEP mencegah masyarakat untuk menggunakan PrEP sehingga upaya pencegahan penyebaran HIV tidak menjadi optimal. Untuk itu, maka diperlukan edukasi untuk meluruskan miskonsepsi terkait PrEP yang beredar di masyarakat.

1. PrEP hanyalah untuk kaum LGBT

Terdapat anggapan bahwa homoseksual dan transgender memegang persentase terbanyak penyebaran HIV. Akibatnya, banyak orang yang percaya bahwa PrEP hanya ditujukan untuk kaum homoseksual dan transgender. Namun pada kenyataannya, penyebaran HIV di kalangan kaum heteroseksual pun sangat banyak. Maka dari itu, PrEP diciptakan untuk mencegah penularan HIV bagi siapa saja yang memiliki risiko tinggi terpapar HIV.

2. Tidak perlu menggunakan kondom ketika berhubungan seksual jika telah mengonsumsi PrEP

Terdapat anggapan bahwa homoseksual dan transgender memegang persentase terbanyak penyebaran HIV. Akibatnya, banyak orang yang percaya bahwa PrEP hanya ditujukan untuk kaum homoseksual dan transgender. Namun pada kenyataannya, penyebaran HIV di kalangan kaum heteroseksual pun sangat banyak. Maka dari itu, PrEP diciptakan untuk mencegah penularan HIV bagi siapa saja yang memiliki risiko tinggi terpapar HIV.

Melakukan tes HIV adalah satu-satunya cara untuk mengetahui apakah kita mengidap virus HIV atau tidak. Mengetahui status HIV sejak dini merupakan langkah vital dalam mendapatkan perawatan dan pengobatan HIV karena gejala AIDS bisa berkembang bertahun-tahun setelah seseorang terekspos HIV. Maka dari itu, tes HIV disarankan untuk dilakukan secara rutin bagi mereka yang telah aktif secara seksual.

Selain melindungi diri sendiri dari AIDS, melakukan skrining HIV sejak dini juga memiliki beberapa manfaat lainnya. Dengan mengetahui status HIV, kita dapat melindungi orang-orang terdekat kita. Kita juga secara tidak langsung berpartisipasi dalam upaya penanganan wabah HIV-AIDS dan membantu pengendalian wabah HIV-AIDS di masyarakat.

Jenis-Jenis Tes HIV

Pemeriksaan HIV pada umumnya menggunakan sampel darah karena darah mengandung paling banyak jumlah virus. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, berbagai metode tes HIV pun dikembangkan. Kini terdapat beberapa jenis pemeriksaan HIV, di antaranya:

– Tes Antibodi/Antigen

Tes ini bertujuan untuk mengukur antibodi dan antigen HIV dalam tubuh. Antibodi adalah protein yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh ketika tubuh terinfeksi virus seperti virus HIV sedangkan antigen adalah benda asing yang menyebabkan imun tubuh kita bereaksi. Antigen p24 akan muncul sebelum antibodi terbentuk ketika tubuh terpapar virus. Tes ini yang paling sering dilakukan karena memiliki akurasi yang cukup tinggi.

– Tes Asam Nukleat (NAT)

Tes ini sering disebut juga Tes VIral Load HIV dan digunakan untuk melihat jumlah virus dalam darah. Tes ini membutuhkan sampel darah yang kemudian akan diuji di laboratorium. Tes ini mampu melihat jika seseorang mengidap HIV atau tidak melalui jumlah virus yang terkandung dalam darah. Biasanya, tes ini membutuhkan waktu 18 hingga 45 hari setelah paparan HIV untuk mendeteksi virus dalam tubuh. Keunggulan dari tes ini adalah mampu mendeteksi virus lebih cepat dibandingkan tes antigen/antibodi. Hanya saja, tes ini tergolong mahal dan tidak digunakan untuk skrining secara umum kecuali bagi mereka yang telah berisiko tinggi terpapar HIV.

– Tes Mandiri

Selain melakukan tes di fasilitas kesehatan, tes HIV juga bisa dilakukan secara mandiri menggunakan HIV Test Kit. Alat ini dapat melihat status HIV seseorang melalui sampel darah dalam waktu 10 hingga 15 menit. Hanya saja, tes ini hanya digunakan sebagai skrining awal dan membutuhkan tes konfirmasi lebih lanjut di penyedia layanan kesehatan. Biasanya, tes ini mampu mendeteksi virus dalam tubuh ketika 23 hingga 90 hari setelah paparan HIV telah terjadi.

TAGS: AIDS, ARTIKEL, DAYA TAHAN TUBUH, HIV, INFEKSI HIV

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
Feed

Artikel terkait

Final Draft RAD DKI Jakarta

Penyusunan Dokumen Rencana Aksi Daerah DKI Jakarta digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam pelaksanaan program Pencegahan HIV AIDS dan PIMS di Provinsi DKI Jakarta. Dokumen tersebut disusun bersama Dinas Kesehatan terkait, CSO, dan instansi terkait lainnya.

Read More »

Imunitas Tubuh

Istilah imunitas tubuh tentu sudah tidak asing lagi di telinga Anda. Pengertian sistem imunitas juga kerap disebut dengan daya tahan atau kekebalan seseorang terhadap penyakit. Sesuai dengan namanya, sistem ini bertugas membuat badan tetap kebal dari berbagai serangan kuman, sehingga menyebabkan penyakit. Oleh karena itu, imunitas sangat penting bagi kesehatan manusia.

Read More »